ya, kedua tokoh besar tersebut ternyata memiliki kesamaan. Terutama  dalam hal pandangan hidup. Agar lebih jelasnya lagi berikut ini adalah  artikel yang saya dapat dari kolomkita.detik.com mengenai penjelasan  kesamaan dari kedua tokoh besar tersebut.

Galileo mengajarkan Andrea tentang teori heliosentris, yaitu bumi dan  planet lain  berputar mengelilingi matahari. Sebelumnya teori ini juga  pernah dilontarkan Nicolas Copernicus, walaupun teori ini belum bisa  dibuktikan. Padahal gereja hanya mengakui teori geosentris, yaitu  matahari beredar mengelilingi bumi. Ini berdasarkan penafsiran gereja  terhadap isi kitab suci. Di abad 17 ketika itu siapapun harus menerima  teori gereja dan kitab suci sebagai satu-satunya kebenaran. Karena itu  Copernicus tidak berani terang-terangan vokal dengan teorinya bahwa  teori gereja itu salah. Selain itu Copernicus juga belum bisa mendukung  kebenaran teorinya itu dengan bukti pendukung. Beberapa tahun kemudian,  Galileo akhirnya berhasil menyempurnakan teori heliosentris dari  Copernicus itu dengan pembuktian empiris dan perhitungan akurat. Salah  satunya melalui teleskop yang dibuatnya sendiri. 
Ibu Andrea menguping apa yang diajarkan Galileo kepada anaknya, lalu  melaporkan perbuatan Galileo itu pada pastor. Pastor melaporkan pada  uskup. Lalu akhirnya berita itu sampai pada Paus. Galileo harus menerima  hukuman! Karena telah berani menggunakan pikirannya sendiri. Padahal  yang lebih benar dari pikiran manusia adalah ajaran agama! Tapi Galileo  tetap konsisten dan tidak mau mengubah kebenaran yang diyakininya,  walaupun ia dituduh melawan kitab suci. Begitulah inti cerita teks drama  “Leben des Galilei” (Life of Galileo) yang ditulis oleh Bertolt Brecht,  dramawan Jerman. Kisah ini ditulis berdasarkan kisah hidup Galileo  Galilei, ilmuwan Italia yang lahir di Pisa, 15 Februari 1564. 
Pikiran manusia memang justru sering ditiadakan oleh manusia sendiri.  Pikiran manusia dianggap bisa mengandung pikiran iblis (walaupun tak  selalu begitu). Karena itu kaum puritan menganggap, carilah kebenaran  melalui kata demi kata di dalam kitab suci. Begitu sucinya ayat-ayat  kitab suci itu bagi kaum puritan, sehingga pikiran dan akal budi manusia  harus dikesampingkan. 
Konsistensi Galileo terhadap kebenaran yang diyakininya mengingatkan  pada konsistensi Gus Dur. Rasanya belum ada tokoh agama seperti Gus Dur  yang berani konsisten dengan keyakinannya untuk menolak syariatisasi  agama. Padahal Gus Dur tahu betul, keyakinannya itu mengundang caci maki  dan antipati terhadap dirinya. Gus Dur lebih cenderung menekankan pada  esensi ajaran agama. Bukan pada formalisasi dan kedangkalan  pengideologian huruf demi huruf, kata demi kata dalam kitab suci. Hanya  Gus Dur yang berani mengatakan begini.
Sampai akhir hayatnya Galileo konsisten tidak ingin mencabut teorinya,  walaupun para pemuka gereja mengancamnya dengan hukuman. Padahal ketika  itu bahkan ada yang mengusulkan hukuman penggal kepala buat Galileo.  Tapi Galileo tak gentar. Ancaman pemuka agama tetap tak berhasil membuat  Galileo mencabut pernyataannya bahwa bumi berputar mengelilingi  matahari.
Kebenaran adalah kebenaran, dan itu tetap diperjuangkan Galileo. Tidak  perduli  hukuman apapun menghadang di depan matanya. Ya! Tapi kebenaran  ala Galileo itu bertentangan dengan agama, gereja dan kitab suci! Begitu  kata para pemuka agama yang saleh itu! 
Galileo berpendapat bahwa ajaran kitab suci tidak salah. Yang salah  adalah manusia yang menganggap dirinya benar karena merasa telah membaca  dan  memahami isi kitab suci secara harafiah, atau kata demi kata. Kita  sendiri melihat kenyataan di sekitar, orang-orang yang merasa memahami  kitab suci tak jarang memperdebatkan keimanan yang sebenarnya tak perlu.  Keimanan adalah jalan tak berujung menuju kebenaran. Perdebatan  keimanan hanya membuat masing-masing pihak merasa sudah memiliki  kebenaran, sehingga merasa tak perlu lagi melihat kebenaran lain.   Akhirnya menimbulkan situasi saling tidak suka, benci bahkan perang.  Akibat yang malah menyimpang dari inti ajaran agama. 
Bagi Galileo, pikiran, panca indra dan akal budi manusia juga diturunkan  Tuhan pada manusia untuk menemukan sesuatu yang tidak diuraikan dalam  kitab suci. Apapun yang dikatakan Galileo, pikiran Galileo bagi agamawan  hanyalah pikiran manusia biasa, bukan pikiran Tuhan. Kembali ke kitab  suci! Begitu teriak agamawan.
Ajaran agama tidak perlu membutakan pikiran manusia seperti Galileo.  Walaupun mata Gus Dur buta, tapi tidak ada yang mampu membutakan mata  hati Gus Dur. Tidak diperdulikannya tuduhan murtad dan kafir terhadap  dirinya. Sampai akhir hayatnya dia tetap konsisten dengan kebenaran yang  diyakininya. Yaitu pentingnya moderatisasi dan toleransi beragama tanpa  melupakan substansi ajaran agama.
Galileo dan Gus Dur adalah figur-figur yang tidak terjebak pada  pemberhalaan kata “suci” dalam kata kitab suci. Mereka tetap konsisten  dan konsekuen dengan segala risiko yang dihadapi. Galileo dikenakan  tahanan rumah karena tetap tidak mau mengakui teori agama yang jelas  dibuktikannya salah. Kebenaran tetap tak bisa dibungkam. Akhirnya 350  tahun sesudah kematian Galileo, tanggal 31 Oktober 1992 Paus Johannes  Paulus mengakui kebenaran teori Galileo. 
Gus Dur sendiri kerap menerima ancaman pembunuhan akibat  pemikiran-pemikirannya. Tapi sampai akhir hayatnya Gus Dur tetap  konsisten dengan pemikirannya tentang bagaimana merealisasikan hidup  rukun antar umat yang berbeda agama. Dia tetap kukuh menolak  syariatisasi dan formalisasi agama secara kaku. Kapankah  pemikiran-pemikiran Gus Dur tentang toleransi, pluralisme dan  moderatisasi agama akan diakui kebenarannya oleh umat? Wait and see!  Mungkinkah pemikiran Gus Dur saat ini masih melampaui jamannya?
Memperjuangkan kebenaran memang terkadang harus berani menghadapi risiko  dibenci dan dikucilkan lingkungan, pergaulan bahkan teman-teman.
Gus Dur dan Galileo adalah potret orang-orang beriman yang menyadari  bahwa point utama perjuangan agama bukanlah untuk agama itu sendiri.  Karena mereka tahu,  kesucian ajaran agama seharusnya ditujukan untuk  kemaslahatan hidup umat manusia.
Kesamaan Gus Dur dan Galileo adalah: mereka melihat ajaran agama bukan  pada  pernyataan tentang realitas, tapi  pada pedoman menuju realitas.
Semoga share penulis di atas dapat bermanfaat bagi para pembaca. Terima Kasih
sumber 
Selasa, 16 Agustus 2011
Persamaan Gus Dur dan Galileo
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar